
Suatu hari, saya diajak oleh Ayah untuk lari pagi
bersama. Saya pun menerima ajakan itu. Saat berlari, ia mengajak saya untuk
melihat-lihat Curug Topik yang saya tidak tahu letaknya itu.
Nah, pada tulisan kali ini, saya akan menceritakan
asal-usul nama Curug Topik. Cerita ini saya dapatkan dari kisah yang menyebar
ke warga-warga setempat. Saya sendiri mendengar ini dari Ayah saya. Dan Ayah
saya mendengarnya dari seorang suami tukang urut. Sang suami tukang urut itu
(saya ga tauu namanya) sudah meninggal.
Jadi cerita yang saya dapatkan ini tergolong cerita
rakyat yang menyebar dari mulut ke mulut.
Alkisah, pada zaman kolonialisme Belanda dahulu,
tersebutlah suatu areal persawahan yang kurang subur. Sebenarnya ada sungai
dengan air yang banyak di dekat situ, hanya saja sungai itu berada di daratan
yang lebih rendah daripada sawah-sawah tersebut. Singkatnya, untuk mengambil
air sungai untuk sawah itu sangatlah sulit karena jauh.
Akhirnya, seorang Gubernur Belanda membuat
sayembara. Dalam sayembara itu, sang Gubernur mengatakan bahwa ia akan membayar
beberapa keping emas untuk setiap satu gayung air untuk sawah.
Tawaran tersebut cukup menggiurkan. Hingga seorang
pemuda bernama Topik mempunyai ide yang besar. Ia mengumpulkan beberapa orang
dan mengemukakan idenya. Ia berkata bahwa lebih baik mereka bekerjasama
membangun sebuah bendungan. Nantinya, air sungai yang dibendung itu akan
dialirkan ke sawah-sawah.
Ide brilian itu pun disambut dengan antusias oleh
orang-orang yang ia kumpulkan.
“Jika Gubernur akan membayar setiap satu gayung,
bagaimana jika kita mengumpulkan air seluruh sungai? Pasti hasilnya akan
berlipat ganda!” tambah Topik.
Akhirnya mereka pun bekerja bersama-sama membuat
sebuah bendungan. Air sungai yang dibendung menjadi serupa dengan air terjun
(curug). Akhirnya hingga kini tempat itu disebut sebagai Curug Topik.
Setelah selesai, Topik pun segera mengalirkan
air-air yang dibendung tersebut ke seluruh sawah-sawah. Sawah-sawah tersebut
pun tidak kekurangan air lagi.
Mengetahui idenya berhasil, Topik segera bergegas ke
tempat Gubernur untuk meminta imbalan yang dijanjikan.
“Pak Gubernur, saya sudah membendung kali di bawah.
Mana bayaran yang dijanjikan?”
“Apa yang saudara maksudkan?” ucap sang Gubernur
kembali.
“Bukankah Bapak berjanji untuk mengupah setiap
gayung air untuk sawah? Nah, itu saya sudah mengumpulkan air dengan jumlah yang
sangat banyak. Mana bayaran yang dijanjikan?” Topik kembali menagih janji.
Dengan tenang sang Gubernur menjawab,”Wah, sayang
sekali. Saya hanya akan membayar untuk setiap satu gayung air. Jadi jika Anda membawa satu bak besar air pun
tidak akan saya upah karena saya hanya meminta air sebanyak satu gayung saja.”
Comments
Post a Comment