Legenda Curug Topik


Saya tinggal di sebuah tempat bernama Pondok Petir. Nama yang cukup unik. Setiap saya pulang dari sekolah, sebelum sampai di rumah, saya selalu melewati Jalan Curug Topik. Seperti yang kita ketahui, Curug adalah sebuah tempat sejenis air terjun. Lalu kenapa dijadikan nama jalan? Setahu saya, sepanjang jalan itu saya tidak melihat adanya air terjun atau curug.

Suatu hari, saya diajak oleh Ayah untuk lari pagi bersama. Saya pun menerima ajakan itu. Saat berlari, ia mengajak saya untuk melihat-lihat Curug Topik yang saya tidak tahu letaknya itu.

Nah, pada tulisan kali ini, saya akan menceritakan asal-usul nama Curug Topik. Cerita ini saya dapatkan dari kisah yang menyebar ke warga-warga setempat. Saya sendiri mendengar ini dari Ayah saya. Dan Ayah saya mendengarnya dari seorang suami tukang urut. Sang suami tukang urut itu (saya ga tauu namanya) sudah meninggal.

Jadi cerita yang saya dapatkan ini tergolong cerita rakyat yang menyebar dari mulut ke mulut.

Alkisah, pada zaman kolonialisme Belanda dahulu, tersebutlah suatu areal persawahan yang kurang subur. Sebenarnya ada sungai dengan air yang banyak di dekat situ, hanya saja sungai itu berada di daratan yang lebih rendah daripada sawah-sawah tersebut. Singkatnya, untuk mengambil air sungai untuk sawah itu sangatlah sulit karena jauh.

Akhirnya, seorang Gubernur Belanda membuat sayembara. Dalam sayembara itu, sang Gubernur mengatakan bahwa ia akan membayar beberapa keping emas untuk setiap satu gayung air untuk sawah.
Tawaran tersebut cukup menggiurkan. Hingga seorang pemuda bernama Topik mempunyai ide yang besar. Ia mengumpulkan beberapa orang dan mengemukakan idenya. Ia berkata bahwa lebih baik mereka bekerjasama membangun sebuah bendungan. Nantinya, air sungai yang dibendung itu akan dialirkan ke sawah-sawah.

Ide brilian itu pun disambut dengan antusias oleh orang-orang yang ia kumpulkan.

“Jika Gubernur akan membayar setiap satu gayung, bagaimana jika kita mengumpulkan air seluruh sungai? Pasti hasilnya akan berlipat ganda!” tambah Topik.

Akhirnya mereka pun bekerja bersama-sama membuat sebuah bendungan. Air sungai yang dibendung menjadi serupa dengan air terjun (curug). Akhirnya hingga kini tempat itu disebut sebagai Curug Topik.

Setelah selesai, Topik pun segera mengalirkan air-air yang dibendung tersebut ke seluruh sawah-sawah. Sawah-sawah tersebut pun tidak kekurangan air lagi.

Mengetahui idenya berhasil, Topik segera bergegas ke tempat Gubernur untuk meminta imbalan yang dijanjikan.

“Pak Gubernur, saya sudah membendung kali di bawah. Mana bayaran yang dijanjikan?”

“Apa yang saudara maksudkan?” ucap sang Gubernur kembali.

“Bukankah Bapak berjanji untuk mengupah setiap gayung air untuk sawah? Nah, itu saya sudah mengumpulkan air dengan jumlah yang sangat banyak. Mana bayaran yang dijanjikan?” Topik kembali menagih janji.

Dengan tenang sang Gubernur menjawab,”Wah, sayang sekali. Saya hanya akan membayar untuk setiap satu gayung air. Jadi jika Anda membawa satu bak besar air pun tidak akan saya upah karena saya hanya meminta air sebanyak satu gayung saja.”

Comments